PERATURAN DAN REGULASI
1. Perbedaan CyberLaw di Berbagai Negara
Cyber Law adalah aspek hukum yang
istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yang ruang lingkupnya meliputi
setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum
yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai
pada saat mulai "online" dan memasuki dunia cyber atau
maya. Cyber Law juga didefinisikan sebagai kumpulan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang berbagai aktivitas
manusia di cyberspace (dengan memanfaatkan teknologi informasi).
Ruang lingkup dari Cyber Law meliputi
hak cipta, merek dagang, fitnah/penistaan, hacking, virus, akses
Ilegal, privasi, kewajiban pidana, isu prosedural (Yurisdiksi, Investigasi,
Bukti, dll), kontrak elektronik, pornografi, perampokan,
perlindungan konsumen dan lain-lain.
Cyber Law di Amerika
Di Amerika, Cyber Law yang mengatur
transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction
Act (UETA). UETA diadopsi oleh National Conference of Commissioners on
Uniform State Laws (NCCUSL) pada tahun 1999.
Secara lengkap Cyber Law di Amerika
adalah sebagai berikut:
– Electronic
Signatures in Global and National Commerce Act
– Uniform
Electronic Transaction Act
– Uniform
Computer Information Transaction Act
– Government
Paperwork Elimination Act
– Electronic
Communication Privacy Act
– Privacy
Protection Act
– Fair
Credit Reporting Act
– Right
to Financial Privacy Act
– Computer
Fraud and Abuse Act
– Anti-cyber
squatting consumer protection Act
– Child
online protection Act
– Children’s
online privacy protection Act
– Economic
espionage Act
– “No
Electronic Theft” Act
Cyber Law yang mengatur transaksi
elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA).
UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika
Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on
Uniform State Laws (NCCUSL). Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia,
Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka
sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum negara bagian
yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan
tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak
elektronik sebagai media perjanjian yang layak. UETA 1999 membahas
diantaranya mengenai :
Pasal 5 : mengatur penggunaan dokumen
elektronik dan tanda tangan elektronik
Pasal 7 : memberikan
pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik,
dan kontrak elektronik.
Pasal 8 : mengatur informasi dan dokumen
yang disajikan untuk semua pihak.
Pasal 9 : membahas
atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
Pasal 10 : menentukan
kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik
terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
Pasal 11 : memungkinkan
notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik,
secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
Pasal 12 : menyatakan
bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen
elektronik.
Pasal 13 : “Dalam
penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan
hanya karena dalam bentuk elektronik”
Pasal 14 : mengatur mengenai transaksi
otomatis.
Pasal 15 : mendefinisikan
waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
Pasal 16 : mengatur mengenai dokumen yang
dipindahtangankan.
Cyber Law di Singapore
Cyber Law di Singapore, antara lain:
– Electronic
Transaction Act
– IPR
Act
– Computer
Misuse Act
– Broadcasting
Authority Act
– Public
Entertainment Act
– Banking
Act
– Internet
Code of Practice
– Evidence
Act (Amendment)
– Unfair
Contract Terms Act
The Electronic Transactions Act (ETA)
1998
ETA sebagai pengatur otoritas
sertifikasi. Singapore mempunyai misi untuk menjadi poros / pusat kegiatan
perdagangan elektronik internasional, di mana transaksi perdagangan yang
elektronik dari daerah dan di seluruh bumi diproses. The Electronic
Transactions Act telah ditetapkan tanggal10 Juli 1998 untuk menciptakan
kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan
elektronik di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan
Kesenian untuk membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan
otoritas sertifikasi di Singapura.
Cyber Law di Malaysia
Cyber Law di Malaysia, antara lain:
– Digital
Signature Act
– Computer
Crimes Act
– Communications
and Multimedia Act
– Telemedicine
Act
– Copyright
Amendment Act
– Personal
Data Protection Legislation (Proposed)
– Internal
security Act (ISA)
– Films
censorship Act
The Computer Crime Act 1997
Sebagai negara pembanding terdekat secara
sosiologis, Malaysia sejak tahun 1997 telah mengesahkan dan
mengimplementasikan beberapa perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek
dalam cyberlaw seperti UU Kejahatan Komputer, UU Tandatangan
Digital, UU Komunikasi dan Multimedia, juga perlindungan hak cipta
dalam internet melalui amandemen UU Hak Ciptanya. Sementara, RUU
Perlindungan Data Personal kini masih digodok di parlemen Malaysia.
The Computer Crime Act itu sendiri
mencakup mengenai kejahatan yang dilakukan melalui komputer, karena
cybercrime yang dimaksud di negara Malaysia tidak hanya mencakup segala
aspek kejahatan/pelanggaran yang berhubungan dengan internet. Akses
secara tak terotorisasi pada material komputer, adalah termasuk
cybercrime. Hal ini berarti, jika saya memiliki komputer dan anda adalah orang
yang tidak berhak untuk mengakses komputer saya, karena saya memang tidak
mengizinkan anda untuk mengaksesnya, tetapi anda mengakses tanpa
seizin saya, maka hal tersebut termasuk cybercrime, walaupun pada
kenyataannya komputer saya tidak terhubung dengan internet.
Lebih lanjut, akses yang termasuk
pelanggaran tadi (cybercrime) mencakup segala usaha untuk membuat
komputer melakukan/menjalankan program (kumpulan instruksi yang membuat
komputer untuk melakukan satu atau sejumlah aksi sesuai dengan yang
diharapkan pembuat instruksi-instruksi tersebut) atau data dari komputer
lainnya (milik pelaku pelanggar) secara aman, tak terotorisasi, juga termasuk
membuat komputer korban untuk menjalankan fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan oleh pelaku pelanggar tadi.
Hukuman atas pelanggaran The
Computer Crime Act :
Denda sebesar lima puluh ribu ringgit
(RM50,000) dan atau hukuman kurungan/penjara dengan lama waktu tidak
melebihi lima tahun sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut
(Malaysia).
The Computer Crime Act mencakup, sbb:
·
Mengakses material komputer tanpa ijin
·
Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
·
Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya
·
Mengubah / menghapus program atau data orang lain
·
Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi
Cyber Law di Indonesia
Indonesia telah resmi mempunyai undang-undang untuk
mengatur orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam dunia maya.
Cyber Law-nya Indonesia yaitu undang–undang tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE).
Di berlakukannya undang-undang ini, membuat
oknum-oknum nakal ketakutan karena denda yang diberikan apabila
melanggar tidak sedikit kira-kira 1 miliar rupiah karena melanggar pasal 27
ayat 1 tentang muatan yang melanggar kesusilaan. sebenarnya UU ITE
(Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) tidak hanya
membahas situs porno atau masalah asusila. Total ada 13 Bab dan 54
Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan
transaksi yang terjadi didalamnya. Sebagian orang menolak adanya
undang-undang ini, tapi tidak sedikit yang mendukung undang-undang
ini.
Dibandingkan dengan negara-negara di
atas, indonesia termasuk negara yang tertinggal dalam hal pengaturan
undang-undang ite. Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
-
Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda
tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan
e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
-
Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
-
UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang
berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki
akibat hukum di Indonesia.
-
Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
-
Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita
Kebencian dan Permusuhan)
Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin,
Cracking)
Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan
Informasi)
Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi
Rahasia)
Pasal 33 (Virus, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS))
Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising))
Cyber Law di Negara Lainnya
Hongkong:
– Electronic
Transaction Ordinance
– Anti-Spam
Code of Practices
– Code
of Practices on the Identity Card Number and Other Personal Identifiers
– Computer
information systems internet secrecy administrative regulations
– Personal
data (privacy) ordinance
– Control
of obscene and indecent article ordinance
Philipina:
– Electronic
Commerce Act
– Cyber
Promotion Act
– Anti-Wiretapping
Act
Australia:
– Digital
Transaction Act
– Privacy
Act
– Crimes
Act
– Broadcasting
Services Amendment (online services) Ac
UK:
– Computer
Misuse Act
– Defamation
Act
– Unfair
contract terms Act
– IPR
(Trademarks, Copyright, Design and Patents Act)
South Korea:
– Act
on the protection of personal information managed by public agencies
– Communications
privacy act
– Electronic
commerce basic law
– Electronic
communications business law
– Law
on computer network expansion and use promotion
– Law
on trade administration automation
– Law
on use and protection of credit card
– Telecommunication
security protection act
– National
security law
Jepang:
– Act for
the protection of computer processed personal data held by administrative organs
– Certification
authority guidelines
– Code of
ethics of the information processing society
– General
ethical guidelines for running online services
– Guidelines
concerning the protection of computer processed personal data in the private
sector
– Guidelines
for protecting personal data in electronic network management
– Recommended
etiquette for online service users
– Guidelines
for transactions between virtual merchants and consumers
2. Undang-Undang Tentang Hak Cipta
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang
ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan
diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam
wujud tetap. Untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada
keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan
pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara
otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan
dengan mencantumkan tanda Hak Cipta ©. Perlindungan hukum terhadap pemegang Hak
Cipta dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi
tumbuh dan berkembangnya semangat mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan
sastra.
Lingkup Hak Cipta
a) Ciptaan Yang
Dilindungi
Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta menetapkan secara rinci ciptaan yang dapat
dilindungi, yaitu :
·
Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang
diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
·
Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu alat
peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan
·
Lagu atau musik dengan atau tanpa teks
·
Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomime
·
Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan, Arsitektur, Peta,
Seni batik, Fotografi, Sinematografi
·
Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari
hasil pengalih wujudan.
b)
Ciptaan Yang Tidak Diberi Hak Cipta
Sebagai Pengecualian Terhadap Ketentuan Di Atas, Tidak
Diberikan Hak Cipta Untuk Hal - Hal Berikut :
1. Hasil rapat terbuka
lembaga-lembaga Negara
2. Peraturan
perundang-undangan
3. Pidato kenegaraan atau
pidato pejabat Pemerintah
4. Putusan pengadilan
atau penetapan hakim
5. Keputusan badan
arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
3. Undang-Undang No.36
Dibuat nya Undang Undang No 36 tentang telekomunikasi
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan salah satunya adalah Bahwa
penyelenggara komunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung
terciptanya tujuan pemerataan pembangunan hasil-hasilnya, serta meningkatkan
hubungan antar bangsa
Telekomunikasi berdasarkan Undang Undang
No 36
Telekomunikasi adalah setiap pemancaran,
pengiriman atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda tanda,
isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui system kawat, optik, radio
atau system elektromagnetik lainnya
Asas dan Tujuan Telekomunikasi
berdasarkan Undang Undang No 36
Pasal 2
Telekomunikasi diselenggarakan
berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan,
kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal 3
Telekomunikasi diselenggarakan dengan
tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan
ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.
Keterbatasan UU IT
UU ITE yang terdiri dari 13 bab dan 54
pasal masih akan memerlukan 5-9 peraturan pemerintah yang harus sudah dibuat
dalam waktu 2 tahun. sanksi yang diberlakukan pun masih berupa sanksi maksimal,
belum meletakkan hukuman minimal bagi pelaku tindak pidana. juga ketika
menyatakan bahwa ada tindak pidana terhadap pelaku dari luar negeri ini, namun
kemudian tidak begitu jelas apa yang menjadi sanksi pidana terhadap pelanggaran
tersebut.
UU ITE ini, merupakan sebuah peraturan
perundangan yang ditunggu, terutama dalam mempercepat berlangsungnya
e-government. selama ini, banyak wilayah yang belum berani melahirkan sistem
transaksi elektronik dalam kepemerintahan, karena belum yakin terhadap pijakan
hukum. Masih banyak pertanyaan terhadap UU yang baru lahir ini, termasuk
sebuah pertanyaan, akankah terjadi peningkatan pengguna internet di negeri ini,
dimana masih mahalnya harga koneksi internet, ditambah dengan bayang-bayang
ketakutan akan situs porno, yang seharusnya tak ditakuti. negeri ini harus
bergerak cepat mengikuti teknologi yang ada, atau pilihannya tetap menjadi
bangsa yang dihisap oleh kepentingan pemodal asing.
Source:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar